
Tidak diragukan lagi Al-Qur’an adalah firman dan wahyu Ilahi yang dengan perantara Rasulullah Saw, dianugerahkan kepada umat manusia guna memberi hidayah kepada mereka serta mengantarkan mereka kepada persatuan...
Mewujudkan persatuan antar umat Islam bukanlah sebuah mimpi atau angan-angan, akan tetapi ia adalah prinsip yang kokoh yang berbasis teks-teks Al-Qur’an dan riwayat. Dan setiap Ulama dan ilmuan muslim berkewajiban untuk mensosialisasikan serta mengamalkan ajaran Ilahi yang agung ini.
Makalah ini, secara ringkas akan mengkaji pedoman persatuan Islam menurut perspektif Al-Qur’an dan hadis.
Persatuan merupakan harapan mendalam dan utama umat Islam. Tidak ada seorang muslim yang sadar dan peduli yang tidak menginginkan kebangkitan kembali peradaban dan kejayaan Islam, dan setiap orang muslim meyakini bahwa di antara faktor dan elemen utama kebangkitan -kembali- peradaban besar agama Islam ialah persatuan, solidaritas dan kekompakan seluruh basis kekuatan dan mazhab-mazhab Islam, dalam koridor pengamalan dan kembali kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an. Dengan persatuan dan persaudaraan, kaum muslimin akan mampu berhadapan dengan kekuatan arogan dunia bahkan mengalahkannya.
Sebelum membahas mengenai pedoman, srategi, urgensi permasalahan ini, terlebih dahulu harus diketahui apakah yang dimaksud dari persatuan Islam.
Salah satu asumsi akan makna persatuan ialah, bahwa seluruh umat islam baik Syi’ah maupun Ahli Sunah hendaknya menanggalkan ideologi-ideologi khusus mazhab mereka dan hanya menyakini serta mengamalkan perkara-perkara yang menjadi kesepakatan bersama.
Asumsi lain mengenai persatuan ialah, pengikut dari masing-masing mazhab tetap berpegangan pada ideologi mazhab yang dianut, namun di lain sisi mereka pun menghormati dan memahami perbedaan yang ada. Artinya, maksud dari persatuan Islam bukanlah para pengikut syi’ah harus meninggalkan ideologi mereka dan menjadi pengikut ahli Sunah, atau sebaliknya pengikut Ahli Sunah harus menjadi syi’ah, sehinga seluruh umat islam di segala penjuru dunia memiliki pandangan dan keyakinan yang sama dalam akidah dan ideologi.
Sejatinya, maksud dari persatuan bukanlah menyeragamkan ideologi serta hukum (fiqih) antar mazhab-mazhab Islam, bahkan hal ini mustahil untuk diterapkan. Namun yang dimaksud dari persatuan ialah, bahwa seluruh pengikut mazhab-mazhab Islam dengan tetap menjaga dan berpegangan kepada akidah dan hukum khusus mazhab yang mereka anut, mereka juga tetap berjalan bersama dengan umat Islam lainnya dan menjaga kemaslahatan bersama. Berdasarkan asumsi ini, saat umat Islam berhadapan dengan para musuh, mereka akan serempak dan bersikap bagaikan ‘satu tangan’.
Apakah persatuan dengan asumsi ini mungkin direalisasikan? Tentu saja persatuan dengan bentuk seperti ini dapat terealisasi. Persatuan yang digambarkan ini mirip seperti tubuh manusia, yang memiliki berbagai anggota yang saling berbeda dan memiliki nama dan kriteria tersendiri, bahkan masing-masing darinya memiliki tugas yang berbeda-beda. Akan tetapi bersamaan dengan segala perbedaan yang ada, masing-masing dari anggota tubuh manusia saling bekerjasama, dan saat menghadapi bahaya yang mengancamnya, seluruh anggota tubuh yang ada akan serempak menghadapinya.
Dengan menyoroti banyaknya titik persamaan antar mazhab Islam -baik dalam perkara yang prinsipal (ushul) ataupun yang bukan (furu’)-, akan membuahkan pandangan bahwa menciptakan persatuan antara umat Islam, merupakan suatu hal yang mungkin terjadi. Dan persatuan semacam ini, tidak meniscayakan keseragaman umat Islam dalam setiap permasalah akidah dan fiqih.
Menyelaraskan pandangan antar mazhab adalah suatu yang mustahil, bukan hanya antara Syi’ah dan ahli Sunah, bahkan antara empat mazhab jumhur Ahli Sunnah sekalipun. Oleh karenanya, perbedaan umat Islam dalam sebagian akidah dan pandangan fiqih yang merupakan hasil -alamiah- ijtihad dan kerangka berfikir sebagian ulama, jangan sampai menjadi benteng pemisah antar sesama mereka.
Kesepakatan umat islam mengenai pokok (sentralitas) agama dan titik-titik persamaan yang ada dalam ajarannya, adalah faktor berpengaruh bagi kemajuan baik material maupun spiritual umat Islam. Ulama dan ilmuan muslim dengan pemikiran dan kesadaran mereka, berupaya untuk mewujudkan persatuan antara umat islam, dan sebisa mungkin mereka mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang ada serta merangkai pedoman bagi persatuan. Hal ini dapat direalisasikan dengan menciptakan persaudaraan, solidaritas dan meng-eratkan hati antara sesama umat Islam di berbagai bidang.
Sekaitan dengan ini, Imam Ali as sebagai pelopor persatuaan dan solidaritas umat Islam mengatakan, “Umat-umat terdahulu selama mereka bersama, mereka menjadi –bagaikan- ‘satu tangan’. Mereka selalu dalam kemajuan dan kejayaan serta meraih kemuliaan, kekuatan dan kekuasaan serta pewaris (menguasai) bumi. Mereka memimpin dan memegang kendali masyarakat dunia. Tetapi saat mereka melupakan Allah Swt dan berpaling kepada materi (perkara duniawi), mereka merasa lebih unggul, fanatik etnis dan kelompok, bercerai-berai sehingga mereka saling berperang. Allah Swt melepaskan pakaian keagungan, kejayaan dan kekuasaan serta mencabut kebaikan, keberkahan dan limpahan kenikmatan dari mereka, juga menjadikan mereka sebagai kaum yang hina dan terjajah.
Contohnya adalah kaum Bani Israil yang dikarnakan perpecahan dalam tubuh mereka, para raja dan kaisar mengusai dan menjadikan mereka budak serta mengasingkan mereka dari kawasan-kawasan yang subur dan sekitas (sungai) Dijlah dan Furat ke daerah sahara tandus yang tidak ada air dan pepohonan. Sehingga mereka mengalami hinanya kemiskinan, kebodohan dan perselisihan.
Melalui Nabi Saw dan agama Islam, Allah Swt menjadikan keturunan Nabi Ismail as dan seluruh Umat Islam bersatu dan bersaudara, (Dia) menganugerahkan kemuliaan kepada mereka, sungai-sungai nikmat-Nya dialirkan ke arah mereka, dan mengantarkan mereka kepada kenikmatan, kekuatan, kebesaran dan kemuliaan. Allah Swt memberikan (kepada umat Islam) pemerintahan yang kokoh yang siapapun tidak dapat meruntuhkannya. Namun disayangkan setelah hijrah yang manusia mulia ini (wafatnya Rasul Saw), umat Islam telah terpecah menjadi berbagai bagian dan kelompok[1].”
Persatuan Islam Menurut Perspektif Al-Qur’an
Tidak diragukan lagi Al-Qur’an adalah firman dan wahyu Ilahi yang dengan perantara Rasulullah Saw, dianugerahkan kepada umat manusia guna memberi hidayah kepada mereka serta mengantarkan mereka kepada persatuan, solidaritas dan persaudaraan Islam.
Menurut keyakinan seluruh umat Islam, Al-Qur’an –berbeda dengan kitab-kitab langit lainnya- terbebas dari pendistorsian, perubahan dan tangan-tangan kotor musuh Islam, dan Allah Swt sendiri yang menjamin dan menjaga ke-eutentikan Al-Qur’an.
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)
Ini adalah rahasia keabadian Al-Qur’an. Al-Qur’an beserta ajaran-ajarannya mempunyai validitas yang pasti. Dengan berbagai ungkapan, kitab suci ini menekankan akan persatuan dan persaudaraan Islam, yang di antaranya (ungkapan tersebut) ialah; Berpeganglang kalian (kepada tali Allah)[2], damaikanlah (perbaikilah hubungan antara kedua saudaramu)[3], jalinlah ikatan[4], saling menolonglah kalian[5], perdamaian[6], mendamaikan antara umat[7], eratkan hati-hati mereka[8], persaudaraan (ukhuwah)[9], kecintaan (mawaddah)[10]. Sebagai contoh, pembahasan di bawah ini akan mengkaji salah ayat di atas.
Berpegang Erat Kepada Tali Allah Swt, Fondasi Prinsip Persatuan
Secara gamblang Al-Qur’an menyebutkan bahwa ‘berpegang erat kepada tali Allah Swt’ adalah prinsip, fondasi dan pedoman persatuan serta persaudaraan antar umat Islam, yang didemonstrasikan dengan betuk dan model yang beragam. Poros utama kesatuan ini ialah Allah Swt. Faktor utama, pertama dan akhir kehidupan, perkembangan, kemajuan dan persatuan umat Islam akan membentuk landasan dan basis bagi hakikat ‘perpegangan akan tali Allah Swt’.
Ayat 103 surah Âli Imran dengan mengingatkan akan anugerah Islam dan tali Allah Swt, memberikan kekuatan kepada kaum muslimin pada masa kemunculan Islam untuk menyingkirkan permusuhan, perpecahan, konflik yang berkepanjangan antara mereka, serta menciptakan kecintaan, persaudaraan dan solidaritas Islam di atara diri mereka. Di dalamnya, Allah Swt berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara” (QS: Âli Imran: 103).
Sekaitan dengan asbab nuzul (sebab turunnya) ayat ini, disebutkan, Ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua kabilan Aus dan Khajraj, yang selama 100 tahun terjadi perang, permusuhan dan pertumpahan di antara dua kabilah ini. Generasi demi generasi -baik di malam maupun siang hari- disibukkan dengan berperang dan saling membunuh antar mereka. Hingga pada akhirnya Allah Swt mengutus Nabi rahmat seraya mengajak mereka kepada agama Islam dan mereka pun menerima dan memeluk agama Ilahi ini. Sehingga dengan anugerah Islam dan Al-Qur’an, api kebencian dan permusuhan panjang di antara dua kabulah tersebut dapat terpadamkan dan mereka pun saling mencintai dan bersaudara.
Persatuan Menurut Perspektif Hadis
Al-Qur’an dan sunah menurut pandangan seluruh mazhab-mazhab Islam, merupakan dua sumber utama dan prinsipal ajaran-ajaran serta hukum-hukum Islam. Sekaitan dengan sunah, makalah ini akan mengemukakan argumentasi riwayat-riwayat yang dinukilkan pribadi-pribadi yang terpercaya baik dalam kitab standar Syi’ah maupun Ahlu Sunah.
Rasulullah Saw sejak bi’tsah (dinobatkan sebagai Nabi) hingga menghembus nafas terakhir -baik dalam ajaran maupun tindakan beliau- senantiasa berupaya dalam mencegah perpecahan dan mengokohkan pilar-pilar persatuan, solidaritas, persaudaraan dan kebersamaan antar umat Islam. Tidak hanya itu, beliau pun membangun rasa saling memahami kepada pengikut Ahlu Kitab lainnya yang tidak menentang dan memerangi ajaran Islam.
Syiar utama tauhid yang dikomandangkan Rasulullah Saw sejak awal dawah beliau, dengan baik mencerminkan ajakan kepada dua sisi tauhid, dimana selain Rasul Saw memberantas persembahan-persembahan palsu yang merupakan sumber segala perpecahan dan perbedaan, beliau pun mengajak kepada Tauhid sebagai sumber persatuan dan persaudaraan.
Meskipun di detik-detik kehidupan beliau, Rasulullah Saw tetap berupaya mengokohkan tauhid, persatuan dan persaudaraan antara umat beliau, dan juga mencabut akar perpecahan dan perselisihan. Bahkan tampak beliau mengkhawatirkan kembali terjadi perselisihan antar etnis dan perpecahan antar umat Islam sepeninggal beliau.
Banyak sekali hadis-hadis Rasulullah Saw yang beliau disampaikan guna merealisasikan harapan ini. Beliau selalu mengecam dan melarang umat untuk melakukan perkara-perkara yang dapat menimbulkan perselisihan. Di antara hadis tersebut, Rasul Saw menyebutkan bahwa memisahkan diri dari jamaah umat Islam dapat menyebabkan seseorang keluar dari lingkaran Islam dan agama.
Barang siapa yang memisahkan dari dari jamaah kaum muslimin, ia telah melepas beban (ajaran) Islam dari lehrernya[11].
Dalam sabda lainnya, Rasulullah Saw menyatakan, siapa yang menjauh meskipun sejarak satu jengkal dari barisan kaum muslimin dan ia mati dalam kondisi demikian, maka ia mati dalam keadaan jahiliah.
Barang siapa sejengkal saja berpisah dari jamaah Islam, maka matinya ada mati jahiliah[12].
Rasulullah Saw memandang kebersamaan dan persatuan umat sebagai sumber kebaikan, sebaliknya perpecahan adalah sumber kesengsaraan.
Persatuan adalah kebaikan dan perpecahan adalah siksaan[13]
Demikian pula guna menekankan akan kebersamaan, dan menunjukkan bahwa manifestasi kekuasaan Allah Swt adalah terletak pada kebersamaan dan kekompakan umat Islam, beliau besabda, “Tangan Allah Swt bersama jamaah (umat Islam).”
Rasulullah Saw melarang umat beliau untuk saling bermusuhan dan memutuskan hubungan persaudaraan atau memutuskan tali silaturahmi antar kedua saudara muslim lebih dari tiga hari.
Tidak dihalalkan bagi seorang muslim untuk menjauhkan saudaranya lebih dari tiga malam, hendaknya keduanya saling bertemu dan mensudahinya, sebaik-baiknya dari mereka adalah yang memulai memberikan salam[14]
Salah satu ajaran Rasulullah Saw sekaitan dengan masalah ini, di bawah naungan ajaran Islam -dalam berbagai kasus-, persamaan, persaudaraan dan persatuan umat lebih ditekankan di antara masyarakat dan kelompok yang berbeda etnis. Sebagaimana pesan yang disampaikan Rasul saw dalam masjid Al-Khaif, dimana beliau mengajak umat Islam untuk menjaga persaudaraan. Islam memandang sama seluruh manusia, apapun ras dan etnisnya. Dengan demikian mereka dapat saling membahu dalam menghadapi musuh.
Sesunguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, darah (Rasulullah Saw) mereka setara, saling bahu-membahu dan mereka adalah satu tangan atas selain mereka[15]
Dalam kesempatan lain, Rasulullah Saw menyebutkan perumpamaan umat Islam dalam persaudaraan dan kasih sayang, bagaikan satu tubuh manusia, dimana saat satu darinya merasa sakit, anggota yang lainnya pun akan merasakan sakit pula.
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam persaudaraan, kasih sayang dan persahabatan mereka, bagaikan satu tubuh manusia, apabila salah satu anggota darinya merasa sakit, seluruh anggota yang lain akan ikut merasakan dengan tidak bisa tidur atau demam[16].
Nabi Saw mengumpamakan umat Islam bagaikan anak-anak (gigi) sisir yang rata dan setara.
Kaum muslimin adalah setara seperti gigi-gigi sisir[17]
Pedoman Persatuan dan Solidaritas Islam
Dalam ajaran dan ideologi Islam, terdapat banyak nilai-nilai dan titik-titik persamaan yang berpotensi menciptakan kesatuan visi antara masing –masing pengikut mazhab -dalam berbagai permasalahan mendasar dan perkara yang diterima oleh seluruh umat Islam-. Persamaan-persamaan yang ada, bukan hanya dalam permasalahan ushul (akidah) tetapi juga dalam permasalahan furu’ (fiqih). Bahkan persamaan ini sedemikian banyak, sehingga dengan mudah dapat dikatakan, bahwa tidak ada perbedaan mencolok antar umat Islam, dan tidak ada satu apapun yang dapat menjadi penghalang bagi persatuan kaum muslimin.
Saat ini seluruh umat Islam memiliki persamaan pandangan dalam banyak permasalahan, termaksud dalam permasalahan-permasalahan prinsip yang menjadi pilar-pilar agama Islam. Diantara permasalahan tersebut ialah:
1. Tauhid
Seluruh umat Islam baik Syi’ah maupun Ahli Sunah menyakini wujud Tuhan yang Maha Esa yang kriteria serta sifat-sifat-Nya telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Seluruhnya sepakat bahwa Allah Swt lah yang layak disembah, sebaliknya penyembahan dan ibadah kepada selain-Nya adalah perbuatan syirik dan tidak dapat diterima. (Tidak ada Tuhan selain Allah Swt)
2. Kenabian Muhammad Saw
Merupakan keyakinan seluruh umat Islam bahwa Muhammad bin Abdullah Saw adalah Nabi terakhir dan utusan Allah Swt, serta tidak ada Nabi yang diutus setelah beliau.
3. Al-Qur’an Al-Karim
Tidak ada perselisihan antar umat Islam baik Syi’ah maupun Ahli Sunah, bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci Allah Swt yang diturunkan kepada Rasul-Nya untuk memberi hidayah kepada umat manusia.
Seluruh kaum muslimin menyakini bahwa kitab suci Al-Qur’an diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw. Dan setelah beliu wafat, tidak ada lagi sesuatu (kitab) yang diturunkan. Kitab suci Al-Qur’an yang saat ini ada di tangan umat Islam, adalah seperti halnya Al-Qur’an yang telah diturunkan kepada Rasulullah Saw, tanpa ada tambahan atau pengurangan satu pun ayat bahkan satu kata darinya.
Bisa jadi terdapat segelitir orang diantara ulama Syi’ah maupun Ahli Sunah yang mengindikasikan adanya pengurangan beberapa ayat dari Al-Qur’an, namun pernyataan mereka sama sekali tidak memiliki validitas. Karena telah menjadi kesepakatan mendasar antara ulama Syi’ah dan Ulama Ahli Sunah, bahwa tidak ada sedikitpun pengurangan dan tambahan dalam Al-Qur’an.
4. Ka’bah (kiblat)
Seluruh kaum muslimin sepakat bahwa Ka’bah yang berada di kota suci Makkah, adalah kiblat yang diwajibkan bagi mereka untuk menghadap ke arahnya saat melaksanakan salat. Di antara umat Islam Baik Syi’ah maupun Ahlu Sunah, tidak ada yang memiliki kiblat selain Ka’bah.
5. Salat
Diwajibkan bagi setiap muslim selama satu hari satu malam untuk melaksanakan lima salat fardhu; Subuh, Dzuhur, Ashar, Magrib dan Isya’. Menurut pandangan seluruh umat Islam, salat adalah ibadah terpenting di antara ibadah lainnya. Selain itu, mereka pun bersepakat mengenai jumlah rakaat dalam shalat fardhu yang ada.
Seluruh umat Islam menghadap ke arah kiblat saat sedang melaksanakan salat. Bahkan dalam bacaan salat pun tidak ada perselisihan di antara mereka. Tentu saja terdapat perbedaan mengenai posisi tangan dan bacaan dzikir dalam salat, tetapi perbedaan ini bukanlah perbedaan mendasar yang dapat memisahkan antara Syiah dan Ahli Sunah. Selian itu, di antara 4 mazhab jumhur Ahli Sunah juga terdapat perbedaan-perbedaan semacam ini. Pengikut salah satu mazhab Ahli Sunah juga sebagaimana Syiah, melakukan salat dengan tangan terjulur (ke bawah). Perkara-perkara semacam ini berkaitan dengan tata cara salat, dan bukan dengan kewajiban salat itu sendiri.
7. Puasa Ramadhan
Puasa juga merupakan salah satu ibadah penting yang menjadi kesepakatan umat Islam, bahwa setiap orang muslim diwajibkan untuk melakukan puasa dalam bulan Ramadhan setiap tahun, dengan niat ketaatan akan perintah Allah Swt. Dalam permasalahan mendasar sekaitan dengan ibadah puasa, tidak terdapat perbedaan antara mazhab-mazhab Islam yang ada.
7. ibadah Haji
Salah satu ibadah umat Islam yang amat penting ialah ibadah Haji. Diwajibkan bagi setiap muslim yang mampu untuk melaksanakan ibadah Haji satu kali selama hidupnya.
Demikian pula terkait prinsip haji serta rukun-rukun yang harus dijalani, tidak terdapat perselisihan antar umat Islam baik Syi’ah maupun Ahli Sunah. Waktu, tempat, cara berihram, jumlah thawaf, sa’i, wuquf di Arafah dan Mina, melempar jumrah, menyembelih kurban, memotong rambut, merupakan perkara-perkara yang menjadi kesepakan bersama.
Tentu saja dalam sebagian permasalahan yang tidak mendasar terdapat perbedaan pandangan antara kaum muslimin, khususnya antara empat mazhab jumhur Ahli Sunah. Dimana perbedaan ini lantaran perbedaan fatwa Imam-imam mazhab, dan hal ini sama sekali tidak menodai keyakinan prisip Haji serta rukun-rukunnya yang menjadi kesepakan seluruh kaum muslimin.
Patut disyukuri bahwa keseragaman pandangan umat Islam terkait ibadah yang mengusung nilai persatuan ini, telah menciptakan konggres besar jutaan umat Islam dari segala penjuru dunia setiap tahunnya di baitullah masjidil haram, sehingga mereka dapat mengetahui masalah dan problema yang dihadapi umat Islam lainnya, yang akan mendorong mereka untuk mencari solusi guna menyelesaikan problema dunia Islam.
Jelaslah, apabila persatuan dan solidaritas Islam telah terealisasi, pertemuan besar dalam Ibadah Haji akan menjadi wadah besar guna menyelesaikan permasalahan umat Islam serta mencapai cita-cita agama.
8. Jihad
Seluruh kaum muslimin baik Syi’ah maupun Ahli Sunah menyakini akan kewajiban Jihad guna menjaga kemuliaan Islam dan melawan kezaliman serta penjajahan atas umat Islam. Dewasa ini, dengan adanya segala problema dan berbagai rintangan yang dialami umat Islam dunia - terkhusus masyarakat Palestina dan Lebanon-, gerakan perjuangan Hizbullah dengan berani bangkit berjihad melawan arogansi Zionis Israel dan negara-negara pendukungnya.
Saat ini, Jihad di jalan Allah Swt merupakan kewajiban yang nyaris dilupakan sebagian besar umat Islam, dan negara-negara penjajah sedemikian rupa menyusun strategi agar nilai agung Jihad ini tidak banyak dipublikasikan. Akan tetapi masyarakat Islam hampir di seluruh penjuru dunia membutuhkan banyak bantuan dan dukungan untuk bangkit melawan dan menundukan kekuatan zalim dan anti-Islam. Tentu saja harapan ini tidak akan terealisasi tanpa solidaritas dan persatuan umat Islam.
Seluruh kaum muslimin menyakini keawajiban Jihad demi menjaga kemuliaan Islam dan menerapkan ajaran-ajarannya, dan dengan persatuan lah mereka akan mencapai cita-cita besar ini.
9. Amar makruf dan nahi munkar
Salah satu tugas terpenting bagi setiap muslim ialah Amar makruf dan Nahi munkar (mengajak kepada kebajikan dan melarang kemungkaran). Dalam banyak hadis Nabi Saw disebutkan, bahwa meninggalkan amar makruf dan nahi munkar akan berakibat pada penindasan kekuatan-kekuatan zalim atas kaum muslimin.
Rasulullah Saw menyebutkan, bahwa umat islam semacam ini (yang tidak melakukan Amar makruf dan nahi munkar), bagaimanapun mereka berdoa dan memohon kepada Allah Swt, doanya tidak akan dikabulkan[18]
Rahasia permasalahan ini ialah, bahwa Amar makruf dan nahi munkar merupakan alat yang sangat efektif guna mensucikan masyarakat (dari dosa) serta memerangi para pendosa. Dan misi peting ini, akan terlaksana dengan peran andil masyarakat sebagai sebuah tugas dan kewajiban agama. Pengaruh yang akan ditimbulkan dari amar makruf ini sangat positif guna mensucikan masyarakat dari segala perbuatan maksiat serta mengantar mereka kepada perkembangan dan kejayaan[19].
Oleh sebab inilah, Al-Qur’an menyebutkan, bahwa amar makruf dan nahi munkar merupakan salah satu ciri umat Islam.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Âli Imrân: 110)
Dalam ayat lain disebutkan:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Âli Imrân: 104)
Patut disyukuri, seluruh umat Islam baik Syi’ah maupun Ahli Sunah menyakini kewajiban amar makruf dan nahi munkar.
Tidak diragukan lagi, salah satu faktor keterpurukan umat Islam ialah mengabaikan dan melupakan kewajiban amar makruf dan nahi munkar. Oleh sebab itu, pada masa ini musuh-musuh Islam berhasil mencapai strategi (makar) yang dicanangkan dalam memecahbelah umat Islam. Senadainya kaum muslimin mengamalkan pesan Al-Qur’an sekaitan amar makruf nahi munkar, negara-negara penjajah sampai kapan pun tidak akan mampu menciptakan perselisihan dan percecahan dalam barisan umat Islam.
Amar makruf dan nahi munkar adalah pedoman yang sangat penting guna merealisasikan persatuan antar kaum muslimin, yang juga menjadi bagian dari keyakinan dan ideologi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar